16 Desember 2011

Trend Seks Bebas Pranikah

Seks bebas berarti melakukan aktivitas seks dengan pasangan tanpa diikat perkawinan. Melakukan seks bebas sangat dilarang oleh agama manapun. Norma-norma di masyarakat juga menyatakan seks bebas merupakan perbuatan yang terlarang. Pasangan yang melakukan seks bebas akan mendapat sanksi, baik secara hukum negara maupun hukum masyarakat.

1. Penyebab Budaya seks Bebas
Budaya seks bebas muncul akibat pergaulan antara pria dan wanita yang bebas. Pergaulan yang bebas antara pria dan wanita biasanya menggiring pada melakukan aktivitas seks meskipun mereka tidak terikat perkawinan. Padahal, pria dan wanita yang belum terikat perkawinan tidak boleh melakukan aktivitas seks.
Faktor-faktor negatif seperti merebaknya informasi bertema pornografi di media massa dan kurangnya penanaman moral agama, merupakan sebagian faktor yang menyebabkan munculnya budaya seks bebas.

2. Bahaya Seks Bebas
Seks bebas sangat berbahaya, karena sangat bertentangan dengan norma-norma agama, masyarakat, juga negara, hamil di luar nikah, mudah tertular penyakit kelamin dan mudah terserang penyakit menular lainnya.

Berikut beberapa resiko dari perilaku seks bebas :

a. Hilangnya keperawanan dan keperjakaan
Indikasi fisik yang jelas terjadi pada perempuan, yakni robeknya selaput dara.

b. Ketagihan
Karena sudah merasakan kenikmatan, maka mudah sekali muncul rasa ketagihan, selalu ingin berbuat, mengulangi dan semakin susah mengendalikan diri.

c. Kehamilan
Perilaku seks bebas dapat mengakibatkan kehamilan padahal pasangan tersebut belum terikat secara Perkawinan. Biasanya kehamilan yang disebabkan seks bebas ini merupakan kehamilan yang tidak diinginkan.

d. Aborsi dengan segala resikonya
Jika hubungan intim sudah berbuah kehamilan, maka biasanya pasangan tersebut akan melakukan pengguguran kandungan (aborsi). Mereka menganggap aborsi adalah jalan yang terbaik untuk menutup aib dan rasa malu terhadap masyarakat sekitar. Mereka juga belum siap untuk hidup berumah tangga. Resiko dari aborsi antara lain adalah pendarahan, infeksi, kemandulan, bahkan kematian.

e. Penularan penyakit kelamin dan HIV/ AIDS
Penyakit kelamin ditularkan melalui hubungan seksual. Resiko tertular penyakit kelamin semakin besar ketika sering melakukan hubungan seksual secara berganti-ganti pasangan. Hubungan seksual di luar pernikahan berisiko tertular penyakit kelamin karena tidak bisa memastikan pasangannya berpenyakit atau tidak sehingga peluang untuk tertular lebih besar.

f. Infeksi saluran reproduksi
Remaja perempuan yang sudah aktif secara seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti-ganti pasangan cenderung mudah terkena kanker mulut rahim.

g. Perasaan malu, bersalah, berdosa dan tidak berharga
Mereka yang sudah terjerumus pada perilaku seks bebas biasanya selalu di rundung rasa bersalah. Perasaan malu dan bersalah semakin muncul ketika dirinya atau pasangannya di ketahui hamil padahal secara resmi belum menjadi suami istri. Bukan hanya pelakunya yang mendapat aib tapi keluarga besarnya pun ikut mendapat rasa malu juga.

3. Cara menghindari seks bebas
Seks bebas sangat mudah untuk dihindari. Apabila kita telah memahami begitu berbahaya seks bebas, maka kita akan berusaha untuk menghindarinya. Mempertebal keimanan merupakan benteng yang kukuh untuk menghindari perilaku seks bebas. Selain itu, kita juga harus membatasi pergaulan antara pria dan wanita agar tidak terlalu bebas. Biasanya dari pergaulan yang bebas ini akan menimbulkan keinginan untuk melakukan seks bebas.

Perhatian dari orang tua juga penting untuk menghindari perilaku seks bebas. Orang tua senantiasa mengawasi pergaulan anak-anaknya agar tidak terjerumus pada pergaulan yang merugikan ini.

Budaya seks bebas bukan merupakan budaya bangsa Indonesia. Perilaku seks bebas sangat bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Untuk itu, kita harus menolah budaya seks bebas, karena tidak sesuai dengan kepribadian kita.
Seks bebas banyak menimbulkan kerugian dari pada keuntungan. Para remaja yang menjadi korban seks bebas biasanya sering merasa bersalah. Laporan meningkatnya kehamilan di luar nikah pada para remaja sangat mencemaskan kita. Keruntuhan moral merupakan kenyataan yang ada yang harus dihadapi akibat dari budaya seks bebas ini.




Pratama Puguh Pangestu / 1KA27 / 15111562

Visit Gunadarma Official Website
Dikutip dari www.hartohadi.com
Read rest of entry

15 Desember 2011

Tawuran

Tawuran adalah istilah yang sering digunakan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar sebagai perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Sebab tawuran ada beragam, mulai dari hal sepele sampai hal-hal serius yang menjurus pada tindakan bentrok.
Banyak penyebab terjadinya tawuran. Mulai dari permasalahan pribadi hinggal kelompok. Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya tawuran:

  1. faktor keluarga
    • baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga.
    • perlindungan lebih yang diberikan orang tua.
    • penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu.
    • pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal dan tindakan asusila.
  2. Faktor lingkungan sekolah
    • Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukup luas, tanpa ruangan olah raga, minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat, ventilasi dan sanitasi yang buruk dan lain sebagainya.
  3. faktor miliu/lingkungan
    • Lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan remaja.

Akhir-akhir ini juga semakin marak adanya aksi tawuran. Tawuran pelajar yang kebanyakan melibatkan siswa SMA atau mahasiswa, tawuran antar kampung, sampai yang terjadi kemarin adalah tawuran ormas di Mampang, Jakarta.
Tidak ada yang bisa mencegah adanya tawuran selain pengendalian diri masing-masing individu...


Pratama Puguh Pangestu /1KA27 / 15111562
Disadur dari berbagai sumber
Read rest of entry

10 Desember 2011

Psikologi Sosial

Akhir-akhir ini, urgensi nilai tampaknya mulai menjadi isu yang makin menonjol dalam bidang psikologi. Pendulum wacana mulai bergerak meninggalkan naturalisme, agnostisisme, bahkan humanisme- yang telah mendominasi bidang-bidang kehidupan selama hampir sepanjang abad ini. Banyak ilustrasi yang menunjukkan bukti-bukti empiris. Pertama, sains telah kehilangan otoritasnya sebagai sumber kebenaran. Jika selama ini ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang bebas nilai dan bersifat empiris, maka antitesis yang berkembang sekarang justru memposisikan ilmu dan pengetahuan sebagai suatu bentuk budaya yang intuitif dan bermuatan nilai.

Kedua, epistemologi sains behavioral termasuk psikologi behavioristis, selama periode panjang pengabaian religi dalam peradaban barat tampaknya mulai dikritik dan digugat habis-habisan. Psikologi yang didominasi pemikiran-pemikiran naturalisitis dan mekanistis akhirnya terbukti tidak cukup untuk menjelaskan kecemasan-kecemasan manusia modern. Jika problem manusia hanya dianggap disebabkan oleh pengalaman-pengalaman masa lampau yang tidak 2

disadari atau mungkin karena pengaruh lingkungan, kesalahan model belajar-sosial, lalu muncul pertanyaan yang bernada gugatan; di manakan letak kesadaran manusia, di manakah tanggung jawab diri manusia. Sains behavioral cenderung terlalu mereduksi persoalan dalam kerangka sebab-akibat. Akibat determinasi seperti ini, mungkin, akan banyak maling-maling dan pencuri-pencuri yang menjawab; “Lho … yang mencuri itu bukan saya, tetapi rasa lapar sayalah yang mendorongya !”

Oleh karena itu, tulisan berikut ini mencoba menawarkan kajian tentang implikasi filsafat pengetahuan dan teori sosial kritis terhadap kemandegan peran psikologi dalam memahami problematika sosial yang semakin tak terbendung sekarang ini.

IMPLIKASI DAN APLIKASI TEORI SOSIAL KRITIS DALAM PSIKOLOGI

Gagasan kritis dan kecenderungan interdisipliner dalam psikologi bermula dari diskusi psikologi sosial. Beberapa pakar psikologi sosial (Stephan & Stephan, 1985) yang meminati filsafat dan sosiologi mulai memperkenalkan wacana tentang “dua arah psikologi” (two social psychologies). Wacana dua aliran tersebut dikenal dengan istilah Sociological Social Psychology (SSP) dan Psychological Social Psychology (PSP). Definisi sosiologis dari psikologi sosial adalah psikologi sosial memiliki concern pada:

(1) pengalaman sosial yang berakar pada partisipasi individual dalam kelompok;

(2) interaksi dengan orang lain;

(3) dampak lingkungan kultural terhadap pengalaman sosial dan interaksi dengan orang lain; dan

(4) munculnya struktur-struktur sosial dari interaksi tersebut.

Teoritisi SSP dan PSP merasa bahwa individu dan lingkungan sosial merupakan fokus kajian yang harus dieskplorasi secara integral. Aplikasi paradigma tersebut dalam riset-riset psikologi juga dapat dilihat pada variasi metodologi yang digunakan. Dalam SSP selain pendekatan-pendekatan kuantitatif-positivistik; kuestioner, survey, tes psikologis, SSP juga mulai mendekati metode kualitatif sebagai cara baru dalam membongkar struktur individu dan lingkungan sosialnya. Seperti, partisipasi dalam aktivitas kelompok, wawancara mendalam, dan diskusi terfokus, unstructured interview dan participant observation (Stephan & Stephan, 1985).

Kaitan erat antara teori kritis, posmodernisme, dan teori feminis dengan psikologi juga tampak pada similaritas fokus kajian yang menawarkan perspektif baru mengenai diri pribadi dan hubungan interpersonal. (Wexler, 1983). Wexler juga menjadi salah satu tokoh kunci yang sukses mencangkokkan teori kritis dalam psikologi. Ia mencetuskan istilah psikologi sosial kritis (Critical Social Psychology) dalam khasanah psikologi modern. Gagasan yang dikembangkannya menerapkan teori Adorno pada psikologi sosial yang menolak positivisme dan justru berusaha memperbesar ruang sosial bagi subjektivitas otonom.

Dalam upaya mensosialisasikan pengembangan wacana psikologi kritis dalam wiilayah-wilayah terapan psikologi dan kemajuan analisis interdispliner, maka tantangan terbesar di masa mendatang adalah sejauh mana lembaga-lembaga pendidikan profesi psikologi mampu merespon perkembangan ayunan pendulum filsafat pengetahuan yang semakin inovatif sesuai dengan konteks zaman yang juga berubah cepat. Strategi yang ditempuh dapat melalui intensifikasi riset-riset dasar tentang psikologi kritis dan forum-forum ilmiah, dan publikasi-publikasi ilmiah yang mendukung ke arah pengembangan wacana psikologi kritis.

Problematika sosial yang dihadapi oleh masyarakat semakin kompleks dan tugas-tugas berat kemasyarakatan juga sangat membutuhkan pendekatan interdisipliner. Oleh karenanya, kerjasama sinergis dengan stakeholder masyarakat juga menjadi salah satu indikator penting bahwa masyarakat profesi psikologi memiliki sense of sociability yang tinggi.


Pratama Puguh Pangestu / 1KA27 / 15111562

Visit Gunadarma Official Website
Read rest of entry

Antropologi Sosial

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.

Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Para ahli mendefinisikan antropologi sebagai berikut:

William A. Haviland Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.

David Hunter Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.

Koentjaraningrat Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.

Fase Perkembangan Antropologi

Fase Pertama

Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.

Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya

Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia

Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.

Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.

Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.

Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.

Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.


Unsur-unsur kebudayaan

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

  • Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
    • alat-alat teknologi
    • sistem ekonomi
    • keluarga
    • kekuasaan politik
  • Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
    • sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
    • organisasi ekonomi
    • alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
    • organisasi kekuatan (politik)

Wujud

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

  • Gagasan (Wujud ideal)
    Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
  • Aktivitas (tindakan)
    Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
  • Artefak (karya)
    Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Komponen

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:

  • Kebudayaan material
    Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
  • Kebudayaan nonmaterial
    Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Hubungan antara unsur-unsur kebudayaan

Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

Sistem mata pencaharian hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

Sistem kekerabatan dan organisasi sosial

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. M. Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuna, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sistem kepercayaan

Agama

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti “menambatkan”), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:

… sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.

Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti “10 Firman” dalam agama Kristen atau “5 rukun Islam” dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.

Agama Ibrahim

Yahudi adalah salah satu agama yang —jika tidak disebut sebagai yang pertama— tercatat sebagai agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi adalah bagian utama dari agama Ibrahim lainnya, seperti Kristen dan Islam.

Kristen adalah salah satu agama penting yang berhasil mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus.

Sementara itu, nilai dan norma agama Islam banyak mempengaruhi kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan juga sebagian wilayah Asia Tenggara.

Filosofi Timur dan Agama dari timur

Filosopi dan Agama seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China dan menyebar disepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi.

Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di sepanjang utara dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang dan Korea dan China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.

Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari kenikmatan di dunia.

Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari China, mempengaruhi baik religi, seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.

Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan dan antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.

Agama tradisional

Agama tradisional, atau terkadang disebut sebagai “agama nenek moyang”, dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.

“American Dream”

American Dream, atau “mimpi orang Amerika” dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memperdulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. [2] Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah “kota di atas bukit” (atau city upon a hill”), “cahaya untuk negara-negara” (“a light unto the nations”),[3] yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.

Pernikahan

Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen memberikan semacam pemberian berkah kepada orang yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan dihadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Orang Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya. Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.

Sistem ilmu dan pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

  • pengetahuan tentang alam
  • pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
  • pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
  • pengetahuan tentang ruang dan waktu

Pratama Puguh Pangestu / 1KA27 / 15111562

visit Gunadarma Official Website

Read rest of entry
 

Followers

Liputan6 - Aktual Tajam dan Terpercaya

Recommended Gadget

  • ads
  • ads
  • ads
  • ads

detiknews

Let's Share Copyright © 2009 Designed by Tamz