07 Agustus 2009

Jangan Melulu Bermain Game


BERJAM-JAM main PlayStation (PS) dan aneka game komputer di rumah menjadi kebiasaan anak zaman sekarang. Padahal, bermain petualangan di luar rumah jauh lebih bermanfaat dan menyenangkan.

Anak akan tumbuh optimal jika orangtuanya mampu memenuhi berbagai kebutuhan si anak secara seimbang. Tak melulu materi, perkembangan fisik dan psikis juga perlu diperhatikan. Bermain merupakan salah satu kebutuhan bagi anak. Untuk pertumbuhan si kecil, biasanya orangtua memberikan makanan yang bergizi dan bervariasi. Demikian halnya bermain, orangtua haruslah cermat memilih permainan yang bervariasi dan "bergizi" bagi buah hatinya.

"Bermain itu harus seimbang," kata psikolog anak UI Jakarta, Dra Mayke S Tedjasaputra MSi. Artinya, berikan permainan yang bisa memancing aspek fisik, sosial,dan kognitif.

"Usahakan ketiga aspek tersebut terpenuhi sehingga perkembangan anak menjadi maksimal," tutur play therapist yang akrab disapa Mayke itu.

Untuk mengasah fungsi kognitif, anak bisa diberikan permainan game di komputer, catur, scrable, merakit, dan lego. Atau bisa juga melalui aktivitas yang memacu kreativitas dan imajinasi anak seperti melukis, menggambar, dan mematung.

Untuk tujuan bersosialisasi, ajaklah anak bermain berkelompok seperti ular tangga dan domino selama 5-15 menit. Jika anak suka bermain peran, orangtua bisa ikut terlibat dalam permainan.

"Interaksi dengan keluarga juga penting karena anak akan merasa dipenuhi kebutuhannya. Orangtua jangan hanya menyuruh atau menuntut anak belajar dan les saja, luangkan waktu untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama-sama," saran dia.

Sementara itu, aspek fisik bisa dilatih melalui olahraga yang melibatkan keterampilan dan motorik kasar seperti basket dan sepak bola. Dalam sepak bola, anak dilatih menggiring bola ke arah gawang dengan sasaran tepat, strategi mengecoh lawan, dan bekerja sama dengan teman satu tim. Balapan dengan gokart juga membutuhkan strategi dan mental yang kuat.

Jadi saat terkejar oleh lawan bukannya patah semangat,melainkan memacu diri dan mencari cara agar bisa mengalahkan lawannya. Sayangnya, saat ini ada kecenderungan orangtua, terutama di perkotaan, lebih menyukai anak-anaknya bermain di dalam ruangan seperti menonton dan bermain komputer. Alasannya lebih aman dan terjaga, misalkan dari risiko penculikan. Padahal, di balik itu ada bahaya yang mengancam, yaitu anak cenderung menjadi individualistik dan kurang memiliki kesempatan menyeimbangkan ketiga aspek tadi.

Namun, orangtua mungkin tidak bisa sepenuhnya melarang anak bermain PS dan game komputer karena saat ini memang eranya teknologi. Hal yang terpenting sejak pertama kali anak mengenal permainan modern itu, orangtua harus tegas dan disiplin. Jangan sampai seluruh perhatian anak tercurah ke jenis mainannya itu.

"Selain itu, sejauh diimbangi dengan kegiatan bermain di luar ruangan dan yang menghasilkan suatu karya tertentu, seperti merakit yang memacu kreativitas, maka tidak masalah," kata Mayke.

Setidaknya sekali dalam seminggu, Mayke menyarankan orangtua untuk mengajak anaknya bermain di luar, seperti berenang, bermain di taman, bermain bola atau kasti di lapangan, atau bisa juga memasang ring basket di halaman rumah.

Alternatif lainnya adalah permainan yang berbau petualangan (adventure game), baik yang langsung dilakukan di alam terbuka maupun di arena petualangan buatan. Adventure game bisa melatih dan mengasah kemampuan berpikir anak serta mengeksplorasi rasa ingin tahunya.

Pengalaman anak pun akan semakin kaya karena mereka tak hanya merasakan pengalaman nyata yang menyenangkan. Namun, imajinasi dan kemampuan berpikir yang terus dipacu sehingga bisa berkembang pesat. Salah satu jenis permainan petualangan yang populer adalah meluncur dengan tali (flying fox).

Permainan yang sangat menantang dan memacu adrenalin ini bisa melatih kepercayaan diri anak. Dalam permainan ini,strategi mungkin kurang diperlukan, tapi kepercayaan diri anak bahwa dia mampu melakukannya adalah hal yang penting.

"Bagi anak yang takut ketinggian mungkin agak sulit, jadi dia harus belajar bagaimana menghadapi rasa takut saat meluncur. Dan kalau 'ternyata aku bisa melakukannya' ini yang penting, apalagi bagi anak-anak usia SD itu bisa menjadi semacam harga diri yang dibangun atas dasar kemampuannya. Kalau dia tidak punya skill, maka dia akan merasa tersisih dari anak-anak lainnya," papar Mayke.(Koran SI/Koran SI/nsa)

Semoga bermanfaat!!

Sumber:klik

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar yang baik, demi masa depan yang lebih baik. . . ^^

 

Followers

Liputan6 - Aktual Tajam dan Terpercaya

Recommended Gadget

  • ads
  • ads
  • ads
  • ads

detiknews

Let's Share Copyright © 2009 Designed by Tamz